PENGERTIAN DAN HAKIKAT ANAK DIDIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rayi
Pasha, S.Sos.I., M.Hum.
Disusun
oleh :
1. Lisda Nurlaela
2.
Mamay Siti Maesaroh
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
CIAMIS – JAWA BARAT
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”.
Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Besar kita yakni
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam di program studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Ciamis, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.................................................................................
1
C. Tujuan Masalah.....................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A. Pengertian Anak Didik ........................................................................ 2
B. Hakikat Anak Didik.............................................................................
2
C. Akhlak Anak Didik..............................................................................
4
D. Dimensi-Dimensi Anak Didik yang Akan Dikembangkan ................. 7
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara sederhana pendidikan Islam dapat dipahami
sebagai suatu usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia. Dalam
dunia pendidikan ada beberapa pandangan yang berkaitan dengan anak didik. Ada
yang mendefinisikan anak didik sebagai manusia yang belum dewasa, dan karenanya
ia membutuhkan pelatihan, pengajaran, dan bimbingan dari orang dewasa atau pendidik
untuk mengantarkannya pada kedewasaan. Ada pula yang berpendapat bahwa anak
didik adalah manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan
diri.
Anak didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan,
tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini
membuktikan bahwa posisi anak didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana
cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi, anak
didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dari anak
didik?
2. Jelaskan bagaimana hakikat anak didik?
3. Jelaskan bagaimana akhlak anak didik?
4. Jelaskan dimensi-dimensi anak didik yang akan dikembangkan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian anak didik.
2. Untuk mengetahui hakikat anak didik.
3. Untuk mengetahui akhlak anak didik.
4. Untuk mengetahui dimensi-dimensi anak didik yang akan dikembangkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak
Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik adalah unsur
manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Anak didik adalah
setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran pada jalur pendidikan formal atau nonformal.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia adalah makhluk berbudaya, yang mana
manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa dan ia mempunyai kesiapan
untuk menjadi baik atau buruk.
B. Hakikat Anak
Didik
Anak didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dasar-dasar pendidikan yang dibutuhkan anak secara kodrati adalah
pendidikan dari orang tuanya. Dalam hal ini, keharusan untuk mendapatkan
pendidikan jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek
kepentingan, antara lain :
1. Aspek Pedagogis
Para pendidik mendorong manusia
sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam
kenyataannya manusia dapat dikatakan animal, artinya binatang yang dapat
dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik.
2. Aspek Sosiologi dan Kultural
Menurut ahli sosiologi, pada
prinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan
dasar untuk hidup bermasyarakat.
3. Aspek Tauhid
Ini merupakan aspek pandangan
yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Menurut para ahli
disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga
homoreligius (makhluk yang beragama).
Dalam perspektif pendidikan Islam, hakikat anak
didik terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1. Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi
anak-anaknya, maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
2. Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di
lembaga pendidikan formal maupun nonformal, seperti di sekolah, pondok
pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak
(TPA), majelis taklim, dan semua orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai
anak didik.
3. Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga
pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran,
dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses pendidikan.
Beberapa
pandangan tentang hakikat anak didik sebagai manusia, yaitu :
1. Pandangan Psikoanalitik
Beranggapan bahwa manusia pada
hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instingtif.
2. Pandangan Humanistik
Beranggapan bahwa manusia
memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif.
3. Pandangan Martin Buber
Beranggapan bahwa hakikat
manusia adalah tidak dapat dikatakan ini atau itu. Manusia merupakan suatu
keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga
manusia itu terbatas.
4. Pandang Behavioristik
Menganggap bahwa manusia
sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya terkontrol oleh
faktor-faktor yang datang dari luar.
C. Akhlak Anak
Didik
Akhlak secara
bahasa adalah mashdar dari akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, artinya sesuai dengan
timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if’alan yang berarti al-sajiyah
(perangai), at-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar) al-adat (kebiasaan,
kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Akhlak merupakan bagian dari
pokok ajaran agama Islam, sebagaimana Nabi SAW bersabda : “Aku diutus oleh
Allah untuk menyempurnakan akhlak”. Eksistensi akhlak dalam Islam bersumber
pada iman dan taqwa yang mempunyai tujuan langsung yaitu harga diri dan tujuan
jauh yaitu ridha Allah SWT.
Ciri-ciri
akhlak Islam antara lain :
1.
Bersifat menyeluruh
(universal). Akhlak Islam adalah suatu metode (minhaj) yang sempurna, meliputi
seluruh gejala aktivitas biologik perseorangan dan masyarakat. Aktivitas ini
meliputi segala hubungan manusia dalam segi kehidupannya, baik dalam
hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, makhluk lainnya dan dengan alam.
2.
Keseimbangan. Islam dengan
ajaran-ajaran dan akhlaknya menghargai tabiat manusia yang terdiri dari
berbagai dimensi dengan memperhatikan seluruh tuntunannya dan kemaslahatan
dunia dan akhirat.
3.
Bersifar sederhana. Akhlak
dalam Islam bercirikan dengan kesederhanaan dan tidak berlebihan terhadap salah
satu aspek. Ciri ini memastikan manusia berada pada posisi pertengahan, tidak
berlebih-lebihan dalam suatu urusan.
4.
Realistis. Akhlak Islam sesuai
dengan kemampuan manusia dan sejalan dengan naluri yang sehat. Islam tidak
membebankan manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya dan dalam batas-batas
yang masuk akal.
5.
Kemudahan. Manusia tidak diberi
beban kecuali dalam batas-batas kesanggupan dan kekuatannya. Manusia tidak
dianggap bertanggungjawab atas akhlak (moral) dan syara’ kecuali jika berada
dalam keamanan, kebebasan, dan kesadaran akal yang sempurna.
6.
Mengikat kepercayaan dengan
amal, perkataan, dan perbuatan serta teori dan prektek.
7.
Tetap dalam dasar-dasar dan
prinsip-prinsip akhlak umum. Akhlak Islam kekal sesuai dengan zaman dan cocok
untuk segala waktu. Eksistensi akhlak tidak tunduk pada perubahan dan
pertukaran waktu sesuai dengan hawa nafsu.
Sesuai dengan karakter dasarnya dalam Islam,
ilmu itu datangnya dari al-haq dan karenanya ia merupakan al-nur atau cahaya
kebenaran yang akan menerangi kehidupan para pencarinya. Sebagai al-haq Allah
Maha Suci, dan kesuciannya hanya bisa dihampiri oleh orang yang suci pula. Oleh
karena itu, sifat utama dan pertama yang harus dimiliki anak didik adalah
mensucikan diri atau jiwanya (tazkiyah) sebelum menuntut ilmu pengetahuan.
Ada dua hal yang menjadi titik fokus perhatian
anak didik dan orang tua dalam mensucikan dirinya secara totalitas sebelum
menuntut ilmu, yaitu:
1.
Suci rohaniah, yaitu anak didik
harus bisa menjauhkan sifat-sifat yang mengotori jiwa dari sucinya al-nur, atau
al-haq. Karena kekotoran jiwa akan mengakibatkan tertutupnya sinar illahiyah
menembus kalbu anak didik.
2.
Suci jasmaniah, yaitu anak
didik harus mampu menjauhkan diri dari memakan atau meminum yang tidak benar,
baik dari segi jenis maupun sumber diperolehnya makanan dan minuman itu. Makanan
yang tidak benar dan tidak jelas (halal atau haram) akan mempengaruhi
kepribadian anak didik dalam berperilaku, dan akan susah mendapatkan hidayah
kebenaran dari Allah SWT.
Zainudin
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, beliau mengutip hadits shahih Muslim
dan Bukhari dalam mengemukakan sifat dan karakter yang dimilki anak didik
sebagai berikut :
1.
Memiliki sifat tamak dalam
menuntut ilmu dan tidak malu-malu.
2.
Selalu mengulang pelajaran di
waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu malam dan tidak menyia-nyiakan
waktu.
3.
Memanfaatkan atau mengajarkan
ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
4.
Memiliki keinginan dan motivasi
untuk mencari ilmu pengetahuan.
Anak didik hendaknya memiliki akhlak mulia dan senantiasa mengembangkan
potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan. Anak didik yang
berupaya mencari ilmu pengetahuan dan membentuk sikap dengan akhlak mulia, maka
menurut Hamka anak didik dituntut bersikap baik pada setiap guru. Sikap-sikap
tersebut di antaranya ialah:
1.
Jangan cepat putus asa dalam
menuntut ilmu.
2.
Jangan lalai dalam menuntut
ilmu dan jangan cepat merasa puas terhadap ilmu yang sudah diperoleh.
3.
Jangan merasa terhalang karena
faktor usia.
4.
Hendaklah diperbagus tulisannya
supaya orang bisa menikmati hasil karyanya dan membiasakan diri membuat catatan
kecil terhadap berbagai ide yang sedang dipikirkan.
5.
Sabar, perteguh hati dan jangan
cepat bosan dalam menuntut ilmu.
6.
Pererat hubungan baik dengan
guru dan senantiasa hadir dalam majelis ilmiahnya, hormati pendidik sebagai
orang yang telah berjasa dalam membimbing ke arah kedewasaan, baik ketika
proses belajar, maupun setelah menamatkan pelajaran padanya.
7.
Ikuti instruksi guru dalam
setiap proses belajar mengajar dengan khusyu’ dan tekun.
8.
Berbuat baik terhadap guru dan
kedua orang tua, serta amalkan ilmu yang diberikannya bagi kemaslahatan seluruh
umat.
9.
Jangan menjawab sesuatu yang
tidak berfaedah. Biasakan berkata sesuatu yang bermanfaat, karena itu sebagai
ciri orang yang berilmu dan berpikiran luas.
10.
Ciptakan suasana pendidikan
yang merespon dinamika fitrah yang dimilki seperti suasana gembira.
11.
Biasakan diri untuk melihat,
memikirkan dan melakukan analisa secara seksama terhadap fenomena alam semesta.
D. Dimensi-Dimensi
Anak Didik yang Akan Dikembangkan
1. Dimensi Fisik (Jasmani)
Menurut Widodo
Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar, ia membagi manusia pada dua
dimensi, yaitu dimensi jasmani dan rohani.
Secara rohani, mausia mempunyai potensi
kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam
bentuk memahami sesuatu (ulil al-ba), meliputi kemampuan berpikir,
mempergunakan akal, beriman, bertaqwa, mengingat atau mengambil pelajaran, dan
mentaati kebenaran firman Allah SWT.
Zakiah Daradjat
membagi manusia pada tujuh dimensi pokok, yaitu dimensi fisik, akal, agama,
akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan.
Dalam pendidikan fisik, di
dalam Al Quran dan hadtis ditemukan prinsip-prinsipnya, yaitu :
1.
Bersihkan pakaianmu, jauhkanlah
kejahatan.
(5)فَاهْجُرْ
وَالرُّجْزَ (4)فَطَهِّرْ وَثِيَابَكَ
Artinya: 4). Dan pakaianmu bersihkanlah, 5).
Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (QS Al Mudatsir : 4-5)
2.
Siapkan bagi mereka sesanggupmu
suatu kekuatan.
وَآخَرِينَ وَّكُمْ
وَعَدُ اللَّهِ وَّ عَدُ تُرْهِبُونَ الْخَيْلِ رِبَاطِ وَمِنْ قُوَّةٍ مِنْ اسْتَطَعْتُمْ
مَا لَهُمْ مَا وَأَعِدُّوا
تُظْلَمُونَ لَا وَأَنْتُمْ إِلَيْكُمْ يُوَفَّ
اللَّهِ سَبِيلِ فِي ءٍ شَيْ مِنْ تُنْفِقُوا وَمَا ۚ يَعْلَمُهُمْ اللَّهُ تَعْلَمُونَهُمُ
لَا دُونِهِمْ مِنْ Artinya: Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan). (QS Al Anfal
: 60)
3.
Makan dan minumlah dan jangan
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka orang yang
berlebih-lebihan.
الْمُسْرِفِينَ يُحِبُّ لا إِنَّهُ تُسْرِفُوا وَلا وَاشْرَبُوا
وَكُلُوا مَسْجِدٍ كُلِّ عِنْدَ زِينَتَكُمْ خُذُوا آدَمَ
بَنِي يَا
artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS Al A’raf : 31)
artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS Al A’raf : 31)
4.
Ibu-ibu haruslah menyusukan
anak-anaknya dua tahun penuh.
رِزْقُهُنَّ لَهُ الْمَوْلُودِ وَعَلَى الرَّضَاعَةَ يُتِمَّ أَنْ أَرَادَ لِمَنْ كَامِلَيْنِ حَوْلَيْنِ أَوْلادَهُنَّ يُرْضِعْنَ
وَالْوَالِدَاتُ
وَعَلَى بِوَلَدِهِ لَهُ مَوْلُودٌ وَلا بِوَلَدِهَا وَالِدَةٌ
تُضَارَّ لا ا وُسْعَهَا إِل نَفْسٌ تُكَلَّفُ لا بِالْمَعْرُوفِ
وَكِسْوَتُهُنَّ
أَنْ أَرَدْتُمْ وَإِنْ عَلَيْهِمَا جُنَاحَ فَلا وَتَشَاوُرٍ مِنْهُمَا تَرَاضٍ عَنْ فِصَالا أَرَادَا فَإِنْ
ذَلِكَ مِثْلُ الْوَارِثِ
بِمَا اللَّهَ أَنَّ وَاعْلَمُوا اللَّهَ وَاتَّقُوا بِالْمَعْرُوفِ آتَيْتُمْ
مَا سَلَّمْتُمْ إِذَا عَلَيْكُمْ جُنَاحَ فَلا أَوْلادَكُمْ ضِعُوا تَسْتَرْ
(٢٣٣) بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan. (QS Al Baqarah :
233)
Tujuan dari pendidikan ini adalah :
1.
Membina tubuh sehingga mencapai
pertumbuhan secara sempurna.
2.
Mengembangkan energi potensial
yang dimiliki manusia berlandaskan hukum fisik, sesuai dengan perkembangan
fisik manusia.
2. Dimensi Akal
Al-Ishfahami membagi
akal manusia kepada dua macam, yaitu :
1.
Aql al-Mathbu yaitu akal yang
merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah ilahi. Akal ini menduduki posisi
yang sangat tinggi. Akal ini tidak bisa berkembang dengan baik secara optimal,
bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya.
2.
Aql al-Masmu yaitu akal yang
merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini
bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan
proses penginderaan, secara bebas.
Fungsi akal manusia terbagi menjadi enam, yaitu :
1.
Penahan nafsu. Dengan akal
manusia dapat mengerti apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang dibebankan
kepadanya sebagai sebuah kewajiban.
2.
Pengertian dan pemikiran yang
berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun tidak
tampak jelas.
3.
Petunjuk yang dapat membedakan
hidayah dan kesesatan.
4.
Kesadaran batin dan pengaturan
tingkah laku.
5.
Pandangan batin yang berdaya tembus melebihi
penglihatan mata.
6.
Daya ingat mengambil dari yang
telah lampau untuk masa yang sedang dihadapi.
Walaupun demikian, kemampuan akal cukup
terbatas. Pada dimensi ini, akal memerlukan bantuan al-qalb. Melalui potensi
al-qalb manusia dapat merasakan eksistensi arti immaterial dan kemudian
menganalisanya lebih lanjut.
Dalam Al Quran tidak kurang dari 300 kali Allah
memperingatkan manusia agar menggunakan akalnya, terutama dalam memperhatikan
alam semesta. Allah berfirman dalam QS An Nahl : 12
يَعْقِلُونَ
لِقَوْمٍ لَآيَةً ذَٰلِكَ فِي إِنَّ بِأَمْرِهِ مُسَخَّرَاتٌ وَالنُّجُومُ وَالْقَمَرَ وَالشَّمْسَ
وَالنَّهَارَ اللَّيْلَ لَكُمُ وَسَخَّرَ
ۖartinya: Dan
Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahami (nya),( QS An Nahl : 12)
3. Dimensi Keberagaman
Manusia
adalah makhluk yang berketuhanan (homodivinous/ homoreligius). Dalam pandangan
Islam sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang mengakui
adanya Yang Maha Pencipta dan Maha Mutlak yaitu Allah SWT. Pandangan ini
bersumber pada firman Allah dalam QS Al A’raf : 172
أَنْ
شَهِدْنَا بَلَى قَالُوا بِرَبِّكُمْ
أَلَسْتُ أَنْفُسِهِمْ عَلَى وَأَشْهَدَهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ ظُهُورِهِمْ مِنْ آدَمَ
مِنْ بَنِي رَبُّكَ أَخَذَ وَإِذْ
غَافِلِينَ هَذَا
عَنْ كُنَّا إِنَّا الْقِيَامَةِ يَوْمَ تَقُولُوا
artinya: Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",( QS Al A’raf : 172)
Islam
memandang ada suatu persamaan di antara sekian perbedaan manusia. Kesamaan itu
tidak pernah berubah karena pengaruh ruang dan waktu, yaitu potensi dasar
beriman (aqidah tauhid) kepada Allah. Dalam konteks makro, pandangan Islam
terhadap kemanusiaan dapat dibagi atas tiga implikasi, yaitu :
a.
Implikasi yang berkaitan dengan
pendidikan di masa depan, dimana pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
fitrah seoptimal mungkin dengan tidak dikotomikan materi.
b.
Tujuan (ultimate goal)
pendidikan, yaitu mengantarkan anak didik pada predikat muttaqin.
c.
Muatan materi dan metodologi
pendidikan perlu diberikan dengan menekankan spesialisasi tertentu dengan
metode interalistik dan disesuaikan dengan fitrah peserta didik.
4. Dimensi Akhlak
Pendidikan
agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang
tidak dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap
oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama.
Nilai-nilai akhlak dan keutamaan akhlak dalam masyarakat merupakan aturan yang
diajarkan oleh agama.
Filosof
pendidikan Islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
Sebab, tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlak al-karimah. Menurut
Imam Al Ghazali, akhlak merupakan tabiat manusia yang dapat dilihat dalam dua
bentuk, yaitu :
1.
Tabiat-tabiat fitrah, kekuatan
tabiat pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup.
2.
Akhlak yang muncul dari suatu
perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, menjadi bagian dari adat kebiasaan
yang berurat berakar pada dirinya.
Pembentukan akhlak yang mulia adalah tujuan
utama pendidikan Islam. Hal ini dapat ditarik relevansinya dengan tujuan
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT :
“Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti.” (HR.Bukhari).
Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah
untuk membentuk manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan
dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana,
beradab, ikhlas, jujur dan suci.
5. Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Penciptaan
manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah meniupkan ruh-Nya atas
ciptaan-Nya. Firman Allah SWT dalam QS Al Hijr : 29
سَاجِدِينَ لَهُ فَقَعُوا رُوحِي مِنْ فِيهِ وَنَفَخْتُ سَوَّيْتُهُ فَإِذَا
Artinya: “Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan
kedalamnya ruh-Ku, maka tunduk sujudlah kepadanya.” (QS Al Hijr : 29)
Sehubungan
dengan ayat diatas, Al Ghazali menjelaskan bahwa “Insan adalah makhluk yang
diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat oleh pandangan dan jiwa yang bisa
ditanggapi oleh akal dan bashirah, tetapi tidak dengan panca indera. Tubuhnya
dikaitkan dengan tanah dan ruhnya. Allah maksudkan ruh ialah yang diketahui
sebagai jiwa atau an-nafs.” Al Ghazali membagi ruh kepada dua bentuk, yaitu :
1.
Al-ruh yaitu daya manusia untuk
mengenal dirinya sendiri, mengenal tubuhnya, dan mencapai ilmu pengetahuan,
sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi
motivator sekaligus penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
2.
Al-nafs (jiwa) yang berarti
panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh nadi, otot-otot, dan syaraf
manusia. Al-nafs merupakan tanda adanya kehidupan pada diri manusia.
Manusia memiliki kehendak bebas (the freedom of
wiil) untuk mendekatkan diri ke kutub “roh ilahi” atau ke arah kutub “tanah”.
Firman Allah dalam QS Asy Syam : 7-10
(10) دَسَّاهَا مَنْ خَابَ وَقَدْ (9) زَكَّاهَا مَنْ أَفْلَحَ قَدْ (8) وَتَقْوَاهَا فُجُورَهَا فَأَلْهَمَهَا (7) سَوَّاهَا وَمَا وَنَفْسٍ
Artinya: dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya)(7), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya (8), sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9),
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10) (QS Asy Syam : 7-10)
Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa roh manusia
dapat berkembang ke taraf yang lebih tinggi apabila manusia berusaha ke arah
itu. Menurut Al Ghazali jalan menuju arah itu adalah dengan peningkatan iman
dan memperat hubungan yang terus menerus dengan Allah.
6. Dimensi Seni (Keindahan)
Seni adalah
ekspresi roh dan berdaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan.
Seni merupakan bagian dari hidup manusia. Friman Allah dalam QS An Nahl : 1
يُشْرِكُونَ عَمَّا وَتَعَالَىٰ سُبْحَانَهُ تَسْتَعْجِلُوهُ فَلَا
اللَّهِ أَمْرُ أَتَىٰ
Artinya: “Telah
pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan
(datang)nya. Maha Suci Allah dari segala kekurangan dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan.”( QS An Nahl : 1)
Dimensi seni
pada diri manusia tidak boleh diabaikan.
Dimensi ini perlu ditumbuhkan karena dapat menggerakkan beban kehidupan yang
kadang menjemukan, dan merasakan keberadaan nilai-nilai, serta lebih mempu
menikmati keindahan hidup. Keberadaan seni dalam Islam telah diperlihatkan
langsung oleh Allah lewat tuntunan-Nya yaitu Al Quran. Hal ini disebabkan Al
Quran adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntunan dan
petunjuk-Nya, kehendak dan perintah-Nya. Firman Allah dalam QS An Nahl : 5 dan
QS An Nahl : 6
تَأْكُلُونَ وَمِنْهَا وَمَنَافِعُ دِفْءٌ فِيهَا لَكُمْ خَلَقَهَا وَالْأَنْعَامَ
Artinya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak
untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebahagiannya kamu makan.( QS An Nahl : 5)
تَسْرَحُونَ وَحِينَ تُرِيحُونَ حِينَ جَمَالٌ فِيهَا وَلَكُمْ
Artinya: Dan kamu memperoleh pandangan yang indah
padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu
melepaskannya ke tempat penggembalaan.( QS An Nahl : 6)
Ayat diatas
menjelaskan hikmah dan manfaat binatang dan mengingatkan sisi keindahan Rabbani
yang digambarkan langsung oleh Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Islam tidak
hanya mengajak manusia untuk merasakan keindahan, mencintai dan menikmatinya,
tapi juga menekankan agar manusia mengungkapkan perasaan dan kecintaan tersebut
dalam aktivitas kehidupannya. Nilai keindahan sangat erat kaitannya dengan
keimanan. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin ia mampu
menyaksikan dan merasakan keindahan yang diciptakan Allah atas alam semesta.
7. Dimensi Sosial
Seorang
manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial.
Setiap individu adalah bagian dari kelompoknya. Kelompok terkecil dalam
masyarakat adalah keluarga. Kelompok yang paling penting dan besar pengaruhnya
adalah keluarga. Agen sosialisasi pertama bagi seorang anak adalah ibu
bapaknya. Sebelum anak menyadari dirinya sendiri dan dunia sekitarnya,
stimulisasi sosial yang diberikan dalam kehidupan keluarga sangat berpengaruh
terhadap pembentukan jiwa sosial selanjutnya.
Pendidikan
sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi, dan
politik dalam rangka aqidah Islam. Ajaran dan hukum agama yang dapat
meningkatkan iman, taqwa, takut kepada Allah dan mengerjakan ajaran agama.
Dalam Al Quran dan Hadits,
ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan sosial. Dapat dilihat pada sabda
Rasulullah SAW :
“Perumpamaan orang-orang
beriman yang saling cinta, tolong menolong, dan kasih sayang di antara mereka
adalah bagaikan suatu tubuh. Bila salah satu bagian dari tubuh kita itu
merasakan kesakitan, maka seluruh tubuh akan merasakannya pula dengan menderita
demam, dan tidak dapat tidur.”
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.
2. Ada dua hal yang menjadi titik fokus perhatian anak didik dan orang tua
dalam mensucikan dirinya secara totalitas sebelum menuntut ilmu, yaitu : suci
rohaniah dan suci jasmaniah.
3. Dimensi-dimensi anak didik yang
akan dikembangkan di antaranya adalah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi
keberagaman, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.
B. Saran
Dalam melakukan segala hal tentulah harus sesuai
dengan kemampuan dan keadaan yang kita miliki. Seperti halnya anak didik, kita
pun harus memilki akhlak yang mulia, memilki perubahan dalam bertindak dan
mencari ilmu sampai akhir hayat tanpa memandang status maupun usia.
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Apabila ada kritik dan saran, silakan sampaikan kepada kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Dr.
Basri Hasan, M.Ag, Filsaafat Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia : 2009
Ø Hermawan
Heris A. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI. 2012.
7:15 AM |
Category: |
1 komentar
Comments (1)
Free Spins Casinos | The Poorman's Guides and Help
Find 먹튀재판소 the best 실시간 배팅 free spins casinos, bonus codes, and promos to xbet play for free online. All Casinos 토 타임 provide free spins bonuses for users. 카드 카운팅