PENGERTIAN DAN HAKIKAT ANAK DIDIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Rayi Pasha, S.Sos.I., M.Hum.















Disusun oleh :
1.      Lisda Nurlaela
2.      Mamay Siti Maesaroh


INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
CIAMIS – JAWA BARAT
2015






Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya, terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Besar kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam di program studi Pendidikan Agama Islam (PAI). Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, November 2015


Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................  i
DAFTAR ISI .................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.     Tujuan Masalah..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A.    Pengertian Anak Didik ........................................................................  2
B.     Hakikat Anak Didik............................................................................. 2
C.     Akhlak Anak Didik.............................................................................. 4
D.    Dimensi-Dimensi Anak Didik yang Akan Dikembangkan .................  7
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A.    Kesimpulan ..........................................................................................  16
B.     Saran ....................................................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................  17





  

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Secara sederhana pendidikan Islam dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia. Dalam dunia pendidikan ada beberapa pandangan yang berkaitan dengan anak didik. Ada yang mendefinisikan anak didik sebagai manusia yang belum dewasa, dan karenanya ia membutuhkan pelatihan, pengajaran, dan bimbingan dari orang dewasa atau pendidik untuk mengantarkannya pada kedewasaan. Ada pula yang berpendapat bahwa anak didik adalah manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan diri.
Anak didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi anak didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi, anak didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.

B.  Rumusan Masalah
        1.     Jelaskan  pengertian dari anak didik?
        2.     Jelaskan bagaimana hakikat anak didik?
        3.     Jelaskan bagaimana akhlak anak didik?
        4.     Jelaskan dimensi-dimensi anak didik yang akan dikembangkan?

C.  Tujuan Masalah
        1.     Untuk mengetahui pengertian anak didik.
        2.     Untuk mengetahui hakikat anak didik.
        3.     Untuk mengetahui akhlak anak didik.
        4.     Untuk mengetahui dimensi-dimensi anak didik yang akan dikembangkan.





BAB  II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Anak Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Anak didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan formal atau nonformal.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia adalah makhluk berbudaya, yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi baik atau buruk.

B.  Hakikat Anak Didik
Anak didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dasar-dasar pendidikan yang dibutuhkan anak secara kodrati adalah pendidikan dari orang tuanya. Dalam hal ini, keharusan untuk mendapatkan pendidikan jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan, antara lain :
             1.     Aspek Pedagogis
Para pendidik mendorong manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat dikatakan animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik.
             2.     Aspek Sosiologi dan Kultural
Menurut ahli sosiologi, pada prinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
             3.     Aspek Tauhid
Ini merupakan aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligius (makhluk yang beragama).

Dalam perspektif pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam, yaitu :
             1.     Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya, maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
             2.     Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, seperti di sekolah, pondok pesantren, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak (TPA), majelis taklim, dan semua orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik.
             3.     Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran, dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses pendidikan.

Beberapa pandangan tentang hakikat anak didik sebagai manusia, yaitu :
             1.     Pandangan Psikoanalitik
Beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif.
             2.     Pandangan Humanistik
Beranggapan bahwa manusia memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif.
             3.     Pandangan Martin Buber
Beranggapan bahwa hakikat manusia adalah tidak dapat dikatakan ini atau itu. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga manusia itu terbatas.
             4.     Pandang Behavioristik
Menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya terkontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.

C.  Akhlak Anak Didik
Akhlak secara bahasa adalah mashdar dari akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, artinya sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar) al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Akhlak merupakan bagian dari pokok ajaran agama Islam, sebagaimana Nabi SAW bersabda : “Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak”. Eksistensi akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa yang mempunyai tujuan langsung yaitu harga diri dan tujuan jauh yaitu ridha Allah SWT.
Ciri-ciri akhlak Islam antara lain :
1.    Bersifat menyeluruh (universal). Akhlak Islam adalah suatu metode (minhaj) yang sempurna, meliputi seluruh gejala aktivitas biologik perseorangan dan masyarakat. Aktivitas ini meliputi segala hubungan manusia dalam segi kehidupannya, baik dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, makhluk lainnya dan dengan alam.
2.    Keseimbangan. Islam dengan ajaran-ajaran dan akhlaknya menghargai tabiat manusia yang terdiri dari berbagai dimensi dengan memperhatikan seluruh tuntunannya dan kemaslahatan dunia dan akhirat.
3.    Bersifar sederhana. Akhlak dalam Islam bercirikan dengan kesederhanaan dan tidak berlebihan terhadap salah satu aspek. Ciri ini memastikan manusia berada pada posisi pertengahan, tidak berlebih-lebihan dalam suatu urusan.
4.    Realistis. Akhlak Islam sesuai dengan kemampuan manusia dan sejalan dengan naluri yang sehat. Islam tidak membebankan manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya dan dalam batas-batas yang masuk akal.
5.    Kemudahan. Manusia tidak diberi beban kecuali dalam batas-batas kesanggupan dan kekuatannya. Manusia tidak dianggap bertanggungjawab atas akhlak (moral) dan syara’ kecuali jika berada dalam keamanan, kebebasan, dan kesadaran akal yang sempurna.
6.    Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, dan perbuatan serta teori dan prektek.
7.    Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum. Akhlak Islam kekal sesuai dengan zaman dan cocok untuk segala waktu. Eksistensi akhlak tidak tunduk pada perubahan dan pertukaran waktu sesuai dengan hawa nafsu.
Sesuai dengan karakter dasarnya dalam Islam, ilmu itu datangnya dari al-haq dan karenanya ia merupakan al-nur atau cahaya kebenaran yang akan menerangi kehidupan para pencarinya. Sebagai al-haq Allah Maha Suci, dan kesuciannya hanya bisa dihampiri oleh orang yang suci pula. Oleh karena itu, sifat utama dan pertama yang harus dimiliki anak didik adalah mensucikan diri atau jiwanya (tazkiyah) sebelum menuntut ilmu pengetahuan.
Ada dua hal yang menjadi titik fokus perhatian anak didik dan orang tua dalam mensucikan dirinya secara totalitas sebelum menuntut ilmu, yaitu:
1.    Suci rohaniah, yaitu anak didik harus bisa menjauhkan sifat-sifat yang mengotori jiwa dari sucinya al-nur, atau al-haq. Karena kekotoran jiwa akan mengakibatkan tertutupnya sinar illahiyah menembus kalbu anak didik.
2.    Suci jasmaniah, yaitu anak didik harus mampu menjauhkan diri dari memakan atau meminum yang tidak benar, baik dari segi jenis maupun sumber diperolehnya makanan dan minuman itu. Makanan yang tidak benar dan tidak jelas (halal atau haram) akan mempengaruhi kepribadian anak didik dalam berperilaku, dan akan susah mendapatkan hidayah kebenaran dari Allah SWT.
Zainudin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, beliau mengutip hadits shahih Muslim dan Bukhari dalam mengemukakan sifat dan karakter yang dimilki anak didik sebagai berikut :
1.    Memiliki sifat tamak dalam menuntut ilmu dan tidak malu-malu.
2.    Selalu mengulang pelajaran di waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu.
3.    Memanfaatkan atau mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
4.    Memiliki keinginan dan motivasi untuk mencari ilmu pengetahuan.
Anak didik hendaknya memiliki akhlak mulia dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan. Anak didik yang berupaya mencari ilmu pengetahuan dan membentuk sikap dengan akhlak mulia, maka menurut Hamka anak didik dituntut bersikap baik pada setiap guru. Sikap-sikap tersebut di antaranya ialah:
1.    Jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu.
2.    Jangan lalai dalam menuntut ilmu dan jangan cepat merasa puas terhadap ilmu yang sudah diperoleh.
3.    Jangan merasa terhalang karena faktor usia.
4.    Hendaklah diperbagus tulisannya supaya orang bisa menikmati hasil karyanya dan membiasakan diri membuat catatan kecil terhadap berbagai ide yang sedang dipikirkan.
5.    Sabar, perteguh hati dan jangan cepat bosan dalam menuntut ilmu.
6.    Pererat hubungan baik dengan guru dan senantiasa hadir dalam majelis ilmiahnya, hormati pendidik sebagai orang yang telah berjasa dalam membimbing ke arah kedewasaan, baik ketika proses belajar, maupun setelah menamatkan pelajaran padanya.
7.    Ikuti instruksi guru dalam setiap proses belajar mengajar dengan khusyu’ dan tekun.
8.    Berbuat baik terhadap guru dan kedua orang tua, serta amalkan ilmu yang diberikannya bagi kemaslahatan seluruh umat.
9.    Jangan menjawab sesuatu yang tidak berfaedah. Biasakan berkata sesuatu yang bermanfaat, karena itu sebagai ciri orang yang berilmu dan berpikiran luas.
10.     Ciptakan suasana pendidikan yang merespon dinamika fitrah yang dimilki seperti suasana gembira.
11.     Biasakan diri untuk melihat, memikirkan dan melakukan analisa secara seksama terhadap fenomena alam semesta.

D.  Dimensi-Dimensi Anak Didik yang Akan Dikembangkan
        1.     Dimensi Fisik (Jasmani)
Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar, ia membagi manusia pada dua dimensi, yaitu dimensi jasmani dan rohani.
 Secara rohani, mausia mempunyai potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk memahami sesuatu (ulil al-ba), meliputi kemampuan berpikir, mempergunakan akal, beriman, bertaqwa, mengingat atau mengambil pelajaran, dan mentaati kebenaran firman Allah SWT.
Zakiah Daradjat membagi manusia pada tujuh dimensi pokok, yaitu dimensi fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan, dan sosial kemasyarakatan.
Dalam pendidikan fisik, di dalam Al Quran dan hadtis ditemukan prinsip-prinsipnya, yaitu :
1.    Bersihkan pakaianmu, jauhkanlah kejahatan.
(5)فَاهْجُرْ وَالرُّجْزَ (4)فَطَهِّرْ وَثِيَابَكَ
Artinya: 4). Dan pakaianmu bersihkanlah, 5). Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (QS Al Mudatsir : 4-5)
2.    Siapkan bagi mereka sesanggupmu suatu kekuatan.
وَآخَرِينَ وَّكُمْ وَعَدُ اللَّهِ وَّ عَدُ تُرْهِبُونَ الْخَيْلِ رِبَاطِ وَمِنْ قُوَّةٍ مِنْ اسْتَطَعْتُمْ مَا لَهُمْ مَا وَأَعِدُّوا
تُظْلَمُونَ لَا وَأَنْتُمْ إِلَيْكُمْ يُوَفَّ اللَّهِ سَبِيلِ فِي ءٍ شَيْ مِنْ تُنْفِقُوا وَمَا ۚ يَعْلَمُهُمْ اللَّهُ تَعْلَمُونَهُمُ لَا دُونِهِمْ مِنْ Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS Al Anfal : 60)
3.    Makan dan minumlah dan jangan kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka orang yang berlebih-lebihan.
الْمُسْرِفِينَ يُحِبُّ لا إِنَّهُ تُسْرِفُوا وَلا وَاشْرَبُوا وَكُلُوا مَسْجِدٍ كُلِّ عِنْدَ زِينَتَكُمْ خُذُوا آدَمَ بَنِي يَا
artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS Al A’raf : 31)
4.    Ibu-ibu haruslah menyusukan anak-anaknya dua tahun penuh.
رِزْقُهُنَّ لَهُ الْمَوْلُودِ وَعَلَى الرَّضَاعَةَ يُتِمَّ أَنْ أَرَادَ لِمَنْ كَامِلَيْنِ حَوْلَيْنِ أَوْلادَهُنَّ يُرْضِعْنَ وَالْوَالِدَاتُ
وَعَلَى بِوَلَدِهِ لَهُ مَوْلُودٌ وَلا بِوَلَدِهَا وَالِدَةٌ تُضَارَّ لا ا وُسْعَهَا إِل نَفْسٌ تُكَلَّفُ لا بِالْمَعْرُوفِ وَكِسْوَتُهُنَّ
أَنْ أَرَدْتُمْ وَإِنْ عَلَيْهِمَا جُنَاحَ فَلا وَتَشَاوُرٍ مِنْهُمَا تَرَاضٍ عَنْ فِصَالا أَرَادَا فَإِنْ ذَلِكَ مِثْلُ الْوَارِثِ
بِمَا اللَّهَ أَنَّ وَاعْلَمُوا اللَّهَ وَاتَّقُوا بِالْمَعْرُوفِ آتَيْتُمْ مَا سَلَّمْتُمْ إِذَا عَلَيْكُمْ جُنَاحَ فَلا أَوْلادَكُمْ ضِعُوا تَسْتَرْ
(٢٣٣) بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al Baqarah : 233)
Tujuan dari pendidikan ini adalah :
1.    Membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna.
2.    Mengembangkan energi potensial yang dimiliki manusia berlandaskan hukum fisik, sesuai dengan perkembangan fisik manusia.

        2.     Dimensi Akal
Al-Ishfahami membagi akal manusia kepada dua macam, yaitu :
1.    Aql al-Mathbu yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah ilahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi. Akal ini tidak bisa berkembang dengan baik secara optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya.
2.    Aql al-Masmu yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses penginderaan, secara bebas.
Fungsi akal manusia terbagi menjadi enam, yaitu :
1.    Penahan nafsu. Dengan akal manusia dapat mengerti apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang dibebankan kepadanya sebagai sebuah kewajiban.
2.    Pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun tidak tampak jelas.
3.    Petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
4.    Kesadaran batin dan pengaturan tingkah laku.
5.     Pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
6.    Daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang sedang dihadapi.
Walaupun demikian, kemampuan akal cukup terbatas. Pada dimensi ini, akal memerlukan bantuan al-qalb. Melalui potensi al-qalb manusia dapat merasakan eksistensi arti immaterial dan kemudian menganalisanya lebih lanjut.
Dalam Al Quran tidak kurang dari 300 kali Allah memperingatkan manusia agar menggunakan akalnya, terutama dalam memperhatikan alam semesta. Allah berfirman dalam QS An Nahl : 12
يَعْقِلُونَ لِقَوْمٍ لَآيَةً ذَٰلِكَ فِي إِنَّ بِأَمْرِهِ مُسَخَّرَاتٌ وَالنُّجُومُ وَالْقَمَرَ وَالشَّمْسَ وَالنَّهَارَ اللَّيْلَ لَكُمُ وَسَخَّرَ
ۖartinya: Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya),( QS An Nahl : 12)

        3.     Dimensi Keberagaman
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan (homodivinous/ homoreligius). Dalam pandangan Islam sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang mengakui adanya Yang Maha Pencipta dan Maha Mutlak yaitu Allah SWT. Pandangan ini bersumber pada firman Allah dalam QS Al A’raf : 172
أَنْ شَهِدْنَا بَلَى قَالُوا بِرَبِّكُمْ أَلَسْتُ أَنْفُسِهِمْ عَلَى وَأَشْهَدَهُمْ ذُرِّيَّتَهُمْ ظُهُورِهِمْ مِنْ آدَمَ مِنْ بَنِي رَبُّكَ أَخَذَ وَإِذْ
غَافِلِينَ  هَذَا عَنْ كُنَّا إِنَّا الْقِيَامَةِ يَوْمَ تَقُولُوا
artinya:  Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",( QS Al A’raf : 172)
Islam memandang ada suatu persamaan di antara sekian perbedaan manusia. Kesamaan itu tidak pernah berubah karena pengaruh ruang dan waktu, yaitu potensi dasar beriman (aqidah tauhid) kepada Allah. Dalam konteks makro, pandangan Islam terhadap kemanusiaan dapat dibagi atas tiga implikasi, yaitu :
a.       Implikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana pendidikan diarahkan untuk mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak dikotomikan materi.
b.      Tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu mengantarkan anak didik pada predikat muttaqin.
c.       Muatan materi dan metodologi pendidikan perlu diberikan dengan menekankan spesialisasi tertentu dengan metode interalistik dan disesuaikan dengan fitrah peserta didik.

        4.     Dimensi Akhlak
Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Nilai-nilai akhlak dan keutamaan akhlak dalam masyarakat merupakan aturan yang diajarkan oleh agama.
Filosof pendidikan Islam sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab, tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah pembinaan akhlak al-karimah. Menurut Imam Al Ghazali, akhlak merupakan tabiat manusia yang dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu :
1.    Tabiat-tabiat fitrah, kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup.
2.    Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat berakar pada dirinya.
Pembentukan akhlak yang mulia adalah tujuan utama pendidikan Islam. Hal ini dapat ditarik relevansinya dengan tujuan Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT :
“Bahwasanya saya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti.” (HR.Bukhari).
Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, jujur dan suci.

        5.     Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah meniupkan ruh-Nya atas ciptaan-Nya. Firman Allah SWT dalam QS Al Hijr : 29
                سَاجِدِينَ لَهُ فَقَعُوا رُوحِي مِنْ فِيهِ وَنَفَخْتُ سَوَّيْتُهُ فَإِذَا
Artinya: “Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduk sujudlah kepadanya.” (QS Al Hijr : 29)
Sehubungan dengan ayat diatas, Al Ghazali menjelaskan bahwa “Insan adalah makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat oleh pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal dan bashirah, tetapi tidak dengan panca indera. Tubuhnya dikaitkan dengan tanah dan ruhnya. Allah maksudkan ruh ialah yang diketahui sebagai jiwa atau an-nafs.” Al Ghazali membagi ruh kepada dua bentuk, yaitu :
1.    Al-ruh yaitu daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal tubuhnya, dan mencapai ilmu pengetahuan, sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator sekaligus penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
2.    Al-nafs (jiwa) yang berarti panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh nadi, otot-otot, dan syaraf manusia. Al-nafs merupakan tanda adanya kehidupan pada diri manusia.
Manusia memiliki kehendak bebas (the freedom of wiil) untuk mendekatkan diri ke kutub “roh ilahi” atau ke arah kutub “tanah”. Firman Allah dalam QS Asy Syam : 7-10
(10) دَسَّاهَا مَنْ  خَابَ  وَقَدْ  (9) زَكَّاهَا مَنْ  أَفْلَحَ  قَدْ  (8) وَتَقْوَاهَا فُجُورَهَا  فَأَلْهَمَهَا  (7) سَوَّاهَا وَمَا  وَنَفْسٍ
Artinya: dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)(7), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8), sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10) (QS Asy Syam : 7-10)
Dari ayat diatas dapat dilihat bahwa roh manusia dapat berkembang ke taraf yang lebih tinggi apabila manusia berusaha ke arah itu. Menurut Al Ghazali jalan menuju arah itu adalah dengan peningkatan iman dan memperat hubungan yang terus menerus dengan Allah.

        6.     Dimensi Seni (Keindahan)
Seni adalah ekspresi roh dan berdaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni merupakan bagian dari hidup manusia. Friman Allah dalam QS An Nahl : 1
يُشْرِكُونَ عَمَّا وَتَعَالَىٰ  سُبْحَانَهُ  تَسْتَعْجِلُوهُ فَلَا اللَّهِ أَمْرُ  أَتَىٰ
Artinya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dari segala kekurangan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”( QS An Nahl : 1)
Dimensi seni pada diri  manusia tidak boleh diabaikan. Dimensi ini perlu ditumbuhkan karena dapat menggerakkan beban kehidupan yang kadang menjemukan, dan merasakan keberadaan nilai-nilai, serta lebih mempu menikmati keindahan hidup. Keberadaan seni dalam Islam telah diperlihatkan langsung oleh Allah lewat tuntunan-Nya yaitu Al Quran. Hal ini disebabkan Al Quran adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntunan dan petunjuk-Nya, kehendak dan perintah-Nya. Firman Allah dalam QS An Nahl : 5 dan QS An Nahl : 6



 تَأْكُلُونَ وَمِنْهَا  وَمَنَافِعُ  دِفْءٌ  فِيهَا  لَكُمْ  خَلَقَهَا وَالْأَنْعَامَ
Artinya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan.( QS An Nahl : 5)
تَسْرَحُونَ وَحِينَ  تُرِيحُونَ  حِينَ  جَمَالٌ  فِيهَا  وَلَكُمْ
Artinya: Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.( QS An Nahl : 6)
Ayat diatas menjelaskan hikmah dan manfaat binatang dan mengingatkan sisi keindahan Rabbani yang digambarkan langsung oleh Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Islam tidak hanya mengajak manusia untuk merasakan keindahan, mencintai dan menikmatinya, tapi juga menekankan agar manusia mengungkapkan perasaan dan kecintaan tersebut dalam aktivitas kehidupannya. Nilai keindahan sangat erat kaitannya dengan keimanan. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka semakin ia mampu menyaksikan dan merasakan keindahan yang diciptakan Allah atas alam semesta.

        7.     Dimensi Sosial
Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial. Setiap individu adalah bagian dari kelompoknya. Kelompok terkecil dalam masyarakat adalah keluarga. Kelompok yang paling penting dan besar pengaruhnya adalah keluarga. Agen sosialisasi pertama bagi seorang anak adalah ibu bapaknya. Sebelum anak menyadari dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, stimulisasi sosial yang diberikan dalam kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan jiwa sosial selanjutnya.
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi, dan politik dalam rangka aqidah Islam. Ajaran dan hukum agama yang dapat meningkatkan iman, taqwa, takut kepada Allah dan mengerjakan ajaran agama.
Dalam Al Quran dan Hadits, ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan sosial. Dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW :
“Perumpamaan orang-orang beriman yang saling cinta, tolong menolong, dan kasih sayang di antara mereka adalah bagaikan suatu tubuh. Bila salah satu bagian dari tubuh kita itu merasakan kesakitan, maka seluruh tubuh akan merasakannya pula dengan menderita demam, dan tidak dapat tidur.”



BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.
2.      Ada dua hal yang menjadi titik fokus perhatian anak didik dan orang tua dalam mensucikan dirinya secara totalitas sebelum menuntut ilmu, yaitu : suci rohaniah dan suci jasmaniah.
3.       Dimensi-dimensi anak didik yang akan dikembangkan di antaranya adalah : dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagaman, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.

B.  Saran
Dalam melakukan segala hal tentulah harus sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang kita miliki. Seperti halnya anak didik, kita pun harus memilki akhlak yang mulia, memilki perubahan dalam bertindak dan mencari ilmu sampai akhir hayat tanpa memandang status maupun usia.
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Apabila ada kritik dan saran, silakan sampaikan kepada kami.









DAFTAR PUSTAKA

Ø  Dr. Basri Hasan, M.Ag, Filsaafat Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia : 2009
Ø  Hermawan Heris A. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama RI. 2012.


 

Comments (1)

On Minggu, 27 Februari 2022 pukul 21.24.00 WIB , wilettajaci mengatakan...

Free Spins Casinos | The Poorman's Guides and Help
Find 먹튀재판소 the best 실시간 배팅 free spins casinos, bonus codes, and promos to xbet play for free online. All Casinos 토 타임 provide free spins bonuses for users. 카드 카운팅